Analisis Hukum Islam dan Hukum Positif Tentang Pemenuhan Nafkah Non Materi Pada Keluarga Tenaga Kerja Indonesia
Abstract
Seorang suami yang menjadi Tenaga Kerja Indonesia di luar negeri harus rela meninggalkan sanak keluarganya dalam kurun waktu yang cukup lama. Hal tersebut dilakukan demi mencukupi berbagai hal dalam kehidupan rumah tangganya di Indonesia. Namun, di sisi lain seorang Suami tidak dapat memenuhi salah satu nafkah non materi (nafkah batin) seorang Isterinya yang ditinggal di rumah kediamannya. Artikel ini bertujuan untuk menganalisis terkait pemenuhan nafkah non materi yang tidak dapat tersalurkan pada keluarga Tenaga Kerja Indonesia berdasarkan tinjauan Hukum Islam dan Hukum Positif yang berlaku di Indonesia. Untuk dapat mencapai tujuan tersebut, maka artikel ini ditulis dengan menggunakan metode penelitian kepustakaan. Artikel ini mempunyai permasalahan yang akan dibahas kemudian yaitu, bagaimana tinjauan hukum islam dan hukum positif terkait pemenuhan nafkah non materi bagi seorang suami yang menjadi Tenaga Kerja Indonesia dan bagaimana hukumnya seorang suami bekerja sebagai Tenaga Kerja Indonesia di luar negeri yang tidak bisa memenuhi nafkah non materi terhadap keluarganya. Hasil dari penelitian ini yaitu Menurut pendapat ulama, batas maksimal suami tidak memberikan nafkah batin ialah 1 bulan jika mengacu pada pendapat Imam Ibnu Hazm, dan 4 bulan jika mengacu pada keputusan yang dibuat oleh Amirul Mukminin Umar bin Khatab sebagaimana dikutip oleh Imam Syafi’I. Seorang TKI yang meninggalkan istrinya memiliki kewajiban untuk menyalurkan nafkah non-materinya. Hal ini bisa disiasati oleh TKI yang bekerja di luar negeri dengan cara mengambil hak cuti sesuai pasal 73 ayat (1) UU No. 39 Tahun 2004 tentang Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri.
Kata Kunci : Nafkah, Suami, TKI
Copyright (c) 2024 Kafa Nabil Birry, Shofiyun Nahidloh
This work is licensed under a Creative Commons Attribution 4.0 International License.